Al-hamdulillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta Alam. Tidak ada tuhan yang sebenarnya
kecuali Dia semata, tidak beranak dan tidak diperanakkan. Shalawat dan salam
teruntuk Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para
sahabatnya.
Nuansa
Natal di negeri yang mayoritas muslim ini sudah sangat terasa kemeriahannya.
Mall-mall dan pusat perbelanjaan menggelar event-event bertemakan natal. Semua
itu untuk memeriahkan hari crismash yang diyakini kaum Nasrani sebagai hari
kelahiran al Masih atau Jesus yang diklaim sebagai tuhan atau anak Tuhan.
Dalam
akidah Islam Al-Masih Isa bin Maryam adalah Nabi dan Rasul Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dia bukan anak Tuhan dan bukan Tuhan itu sendiri. Bahkan
Allah Ta’ala telah membantah di banyak ayat-Nya terhadap tuduhan bahwa Dia
menjadikan Isa sebagai putera-Nya,
وَأَنَّهُ
تَعَالَى جَدُّ رَبِّنَا مَا اتَّخَذَ صَاحِبَةً وَلَا وَلَدًا
“Dan bahwasanya Maha Tinggi kebesaran
Tuhan kami, Dia tidak beristri dan tidak (pula) beranak.” (QS. al-Jin: 3)
بَدِيعُ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ
صَاحِبَةٌ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Dia Pencipta langit dan bumi.
Bagaimana Dia mempunyai anak padahal Dia tidak mempunyai istri. Dia menciptakan
segala sesuatu; dan Dia mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-An’am: 101)
Allah
mengabarkan bahwa Dia Mahakaya tidak butuh kepada yang lainnya. Dia tidak butuh
mengangkat seorang anak dari makhluk-Nya.
قَالُوا
اتَّخَذَ اللَّهُ وَلَدًا سُبْحَانَهُ هُوَ الْغَنِيُّ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَا فِي الْأَرْضِ إِنْ عِنْدَكُمْ مِنْ سُلْطَانٍ بِهَذَا أَتَقُولُونَ عَلَى
اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Mereka (orang-orang Yahudi dan
Nasrani) berkata: "Allah mempunyai anak". Maha Suci Allah; Dia-lah
Yang Maha Kaya; kepunyaan-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.
Kamu tidak mempunyai hujjah tentang ini. Pantaskah kamu mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui?”
(QS. Yunus: 68)
Sesungguhnya
umat Kristiani telah berlaku lancang kepada Allah dengan menuduh-Nya telah mengangkat
seorang hamba dan utusan-Nya sebagai anak-Nya yang mewarisi sifat-sifat-Nya.
Karena ucapan mereka ini, hampir-hampir membuat langit dan bumi pecah
karenanya.
"Dan mereka berkata: 'Tuhan Yang Maha
Pemurah mengambil (mempunyai) anak'. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan
sesuatu perkara yang sangat mungkar. Hampir-hampir langit pecah karena ucapan
itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh, karena mereka mendakwa Allah
Yang Maha Pemurah mempunyai anak. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil
(mempunyai) anak. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi, kecuali akan
datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba." (QS. Maryam: 88-93)
Maka
tidak mungkin seorang muslim yang mentauhidkan Allah akan ikut serta,
mendukung, mengucapkan selamat atas perayaan Natal, dan bergembira dengan
perayaan-perayaan hari raya tersebut yang jelas-jelas menghina Allah dengan
terang-terangan. Keyakinan ini membatalkan peribadatan kepada Allah, karena
inilah Allah Ta'ala menyifati Ibadurrahman bersih dari semua itu:
وَالَّذِينَ
لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ
"Dan orang-orang yang tidak
memberikan persaksian palsu. . ."
(QS. Al Furqaan: 72) Makna al
Zuur, adalah hari raya dan hari besar
kaum musyrikin sebagaimana yang dikatakan Ibnu Abbas, Abul 'Aliyah, Ibnu sirin,
dan ulama lainnya dari kalangan sahabat dan tabi'in.
Namun
di tengah-tengah zaman penuh fitnah ini, prinsip akidah yang sudah tertera
sejak 1400 tahun yang lalu mulai digoyang dan dianulir atas nama toleransi.
Dengan dalih kerukunan antarumat beragama, sebagian umat Islam ikut-ikutan
merayakan dan memeriahkan hari besar kufur dan syirik ini. Sebagian mereka
dengan suka rela mengucapkan selamat kepada orang-orang kafir atas hari raya
mereka yang berisi kekufuran dan kesyirikan terebut.
Lebih
tragis lagi, pembenaran saling mengucapkan selamat atas hari raya antar umat
beragama dilontarkan oleh para tokoh intelektual Muslim. Tidak sedikit mereka
yang bergelar Profesor dan Doktor.
Prof.
Dr. Sofjan Siregar, MA dalam isi materi yang disampaikannya dalam pengajian
ICMI Eropa bekerjasama dengan pengurus Masjid Nasuha di Rotterdam, Belanda,
Jumat (17/12/2010), menyimpulkan bahwa mengucapkan selamat Natal oleh seorang
muslim hukumnya mubah, dibolehkan. Menurutnya masalah mengucapkan selamat Natal
adalah bagian dari mu’amalah, non-ritual. Yang pada prinsipnya semua tindakan
non-ritual adalah dibolehkan, kecuali ada nash ayat atau hadits yang melarang.
Dan menurut Sofjan, tidak ada satu ayat Al Quran atau hadits pun yang eksplisit
melarang mengucapkan selamat atau salam kepada orang non-muslim seperti di hari
Natal. (Detiknews.com, Ahad: 19/12/2010)
Prof.
Dr. HM. Din Syamsuddin MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, mengaku
terbiasa mengucapkan selamat Natal kepada pemeluk Kristen.
"Saya
tiap tahun memberi ucapan selamat Natal kepada teman-teman Kristiani,"
katanya di hadapan ratusan umat Kristiani dalam seminar Wawasan Kebangsaan X
BAMAG Jatim di Surabaya (10/10/2005).
. . . Maka tidak mungkin seorang muslim
yang mentauhidkan Allah akan ikut serta, mendukung, mengucapkan selamat atas
perayaan Natal, dan bergembira dengan perayaan-perayaan hari raya tersebut yang
jelas-jelas menghina Allah dengan terang-terangan. . .
Fatwa Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Utsaimin
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullaahditanya tentang hukum mengucapkan selamat natal kepada orang
kafir. “Apa hukum mengucapkan selamat hari raya Natal kepada orang-orang kafir?
Dan bagaimana kita membalas jika mereka mengucapkan Natal kepada kita? Apakah
boleh mendatangi tempat-tempat yang menyelenggarakan perayaan ini? Apakah
seseorang berdosa jika melakukan salah satu hal tadi tanpa maksud merayakannya?
Baik itu sekedar basa-basi atau karena malu atau karena terpaksa atau karena
hal lainnya? Apakah boleh menyerupai mereka dalam hal itu?
Beliau rahimahullaah menjawab dengan tegas, “Mengucapkan selamat kepada
orang-orang kafir dengan ucapan selamat Natal atau ucapan-ucapan lainnya yang
berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnyaHARAM sesuai
kesepakatan ulama. Sebagaimana kutipan dari Ibnul Qayyim rahimahullaah dalam bukunya Ahkam Ahl Adz-Dzimmah, beliau menyebutkan:
“Mengucapkan
selamat kepada syiar agama orang kafir adalah haram berdasarkan kesepakatan
(ulama). Seperti mengucapkan selamat atas hari raya dan puasa mereka dengan
mengatakan 'Ied
Muharak 'Alaik (hari raya penuh berkah atas kalian)
atau selamat bergembira dengan hari raya ini dan semisalnya. Jika orang yang
berkata tadi menerima kekufuran maka hal itu termasuk keharaman, statusnya
seperti mengucapkan selamat bersujud kepada salib. Bahkan, di sisi Allah
dosanya lebih besar dan lebih dimurkai daripada mengucapkan selamat meminum
arak, selamat membunuh, berzina, dan semisalnya. Banyak orang yang tidak paham
Islam terjerumus kedalamnya semantara dia tidak tahu keburukan yang telah
dilakukannya. Siapa yang mengucapkan selamat kepada seseorang karena
maksiatnya, kebid'ahannya, dan kekufurannya berarti dia menantang kemurkaan
Allah.”Demikian ungkapan beliaurahimahullaah.
. . . Mengucapkan selamat kepada
orang-orang kafir dengan ucapan selamat Natal atau ucapan-ucapan lainnya yang
berkaitan dengan perayaan agama mereka hukumnya HARAMsesuai kesepakatan
ulama. . .
Haramnya
mengucapkan selamat kepada kaum kuffar atas hari raya agama mereka, sebagaimana
dipaparkan oleh Ibnul Qayyim, karena di dalamnya terdapat pengakuan atas
syi’ar-syi’ar kekufuran dan ridha terhadapnya walaupun dia sendiri tidak ridha
kekufuran itu bagi dirinya. Kendati demikian, bagi seorang muslim diharamkan
ridha terhadap syi’ar-syi’ar kekufuran atau mengucapkan selamat dengan syi’ar
tersebut kepada orang lain, karena Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak ridha terhadap semua itu, sebagaimana firman-Nya,
إِنْ
تَكْفُرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنْكُمْ وَلَا يَرْضَى لِعِبَادِهِ الْكُفْرَ
وَإِنْ تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Jika kamu kafir, maka sesungguhnya
Allah tidak memerlukan (iman) mu dan Dia tidak meridai kekafiran bagi
hamba-Nya; dan jika kamu bersyukur, niscaya Dia meridai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Al-Zumar: 7)
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ
الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan
untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah
Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.”
(QS. Al-Maidah: 3) dan mengucapkan selamat kepada mereka dengan semua itu adalah
haram, baik ikut serta di dalamnya ataupun tidak.”
Jika
mereka mengucapkan selamat hari raya mereka kepada kita, hendaknya kita tidak
menjawabnya, karena itu bukan hari raya kita dan Allah Ta’ala tidak meridhai
hari raya tersebut, baik itu merupakan bid’ah atau memang ditetapkan dalam
agama mereka. Namun sesungguhnya itu telah dihapus dengan datangnya agama Islam
yang dengannya Allah telah mengutus Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam kepada seluruh makhluk. Allah telah berfirman tentang agama
Islam,
وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي
الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain
dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)
daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imran: 85).
Seorang
muslim haram memenuhi
undangan mereka dalam perayaan ini, karena
ini lebih besar dari mengucapkan selamat kepada mereka, karena dalam hal itu
berarti ikut serta dalam perayaan mereka. Juga diharamkan bagi kaum muslimin
untuk menyamai kaum kuffar dengan mengadakan pesta-pesta dalam momentum
tersebut atau saling bertukar hadiah, membagikan permen, parsel, meliburkan
kerja dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi
Wasallam,
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum,
maka ia termasuk golongan mereka.”
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban)
. . . Seorang muslim haram memenuhi
undangan mereka dalam perayaan ini, karena ini lebih besar dari mengucapkan
selamat kepada mereka, karena dalam hal itu berarti ikut serta dalam perayaan
mereka. . .
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullaah dalam bukunyaIqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqim Mukhalafah Ashab al-Jahimmenyebutkan, “Menyerupai mereka dalam sebagian hari raya
milik mereka menumbuhkan rasa senang pada hati mereka (kaum muslimin) terhadap
keyakinan batil mereka. Dan bisa jadi memberi makan pada mereka dalam
kesempatan itu dan menaklukan kaum lemah.” Demikian ucapan beliaurahimahullah.
Dan
barangsiapa melakukan di antara hal-hal tadi, maka ia berdosa, baik ia
melakukannya sekedar basa-basi atau karena mencintai, karena malu atau sebab
lainnya. Karena perbuatan tersebut termasuk bentuk mudahanan(penyepelan) terhadap agama Allah dan bisa menyebabkan teguhnya
jiwa kaum kuffar dan membanggakan agama mereka. (Al-Majmu’ Ats-Tsamin, Syaikh
Ibnu Utsaimin, juz 3
(diunduh dari situs islamway.com) [PurWD/voa-islam.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar