Kami ucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pengunjung setia Blog ini. Semoga Anda semua selalu dilimpahkan rezeki oleh Allah SWT, AAmiin.

Minggu, 08 Juli 2012

Foxfire: Metode Mengajar yang Mengasikkan, Menyenangkan, dan Menghasilkan

Filosofi konstruktivisme perlu diketahui guru. Metode pembelajaran inquiry, discovery, dan juga contextual learning, perlu diperkenalkan dan dilatihkan kepada para guru kita. Leadership kepada sekolah juga perlu memberi dukungan terhadap perubahan di sekolah (Prof. Suyanto, Ph.D, Universitas Negeri Yogyakarta: Kompas, 6 Oktober, 2003)

Ada satu metode mengajar yang cukup unik, yang sebenarnya sangat mungkin dapat dicoba untuk diterapkan dalam proses belajar mengajar di dalam kelas. Karakteristik ”siswa aktif” amat menonjol dalam metode ini. Demikian juga dengan karakteristik ”menyenangkan”. Pendek kata metode ini dapat diterapkan di dalam proses belajar mengajar yang menggunakan pendekatan PAKEM. Metode ini dikenal dengan nama  foxfire 
 
Pengertian
Metode foxfire sebenarnya merupakan metode penugasan atau pemberian tugas kepada peserta didik untuk melakukan kajian kemasyarakatan ke suatu daerah, kemudian hasil kajian itu disusun dalam bentuk tulisan singkat, dan akhirnya diterbitkan sebagai bentuk laporan. Tentu saja, materi penugasan tersebut adalah yang terkait dengan materi pelajaran yang diajarkan.


Tujuan
Tujuan yang  akan dicapai dengan menggunakan metode ini adalah untuk (1) meningkatkan kesadaran siswa tentang pentingnya menjaga warisan sosial dan budaya masyarakat, (2) meningkatkan keterampilan siswa dalam proses pengumpulan data, dan (3) meningkatkan keterampilan menulis.

Latar Belakang 
  Pada tahun 1960-an, seorang guru Bahasa Inggris di Clayton County, Georgia (Amerika Serikat) berusaha mengajarkan mengarang yang lebih relevan kepada para siswanya dengan cara melibatkan mereka dalam kegiatan studi tentang daerah pegunungan di daerah itu, yakni terntang masyarakat dan adat-istiadatnya. Karangan karya para siswa itu kemudian diterbitkan oleh sebuah majalah. Para siswa menamakan cara ini dengan istilah foxfire, setelah para siswa berhasil menulis karangan tentang keindahah bunga pegunungan di daerah itu. Para siswa menyambut cara ini dengan penuh semangat. Mereka secara aktif mengumpulkan data dan membuat karangan tentang apa yang mereka temukan di daerah itu. Penerbitan hasil karya mereka telah memberikan dorongan kepada mereka untuk bekerja dengan keras, bekerja sama untuk mencapai hasil yang bermanfaat. Sejak itulah banyak penerbit yang membukukan hasil karya siswa, dan sejak saat itu foxfire banyak ditiru oleh berbagai proyek, tidak saja di Amerika Serikat, tetapi juga di seluruh dunia. Foxfire telah mengubah data yang telah terkumpul menjadi karya yang dapat disumbangkan dalam bentuk informasi yang berharga tentang daerah itu, dan telah mendorong siswa untuk bekerja keras, baik dalam pengumpulan data maupun dalam penulisan karangan yang akan diterbitkan.

Persyaratan, Kebaikan, dan Kelemahan
Ada dua persyaratan utama untuk dapat menerapkan metode foxfire ini.  Pertama, guru harus bersedia untuk bekerja sama dengan siswa sebagai mentor yang membimbing dan memberikan petunjuk kepada siswa. Kedua, hasil kegiatan pengumpulan data harus diadministrasikan dengan baik untuk memudahkan pekerjaaan guru dan siswa.

Metode mengajar ini memiliki kelebihan yang luar biasa. Pertama, para siswa akan memiliki keterampilan dalam proses pengumpulan data lapangan. Kedua, para siswa akan memiliki keterampilan dalam menulis. Ketiga, terjadi kerja sama sinergis antara sekolah dengan penerbit. Keempat, memberikan bekal keterampilan kepada siswa untuk dapat memperoleh penghasilan melalui menulis. Kelima, jika hasil karya siswa tersebut dapat diterbitkan dan laku dijual, maka kegiatan siswa ini akan dapat menghasilkan pendapatan yang luar biasa (generate income).

Meskipun demikian, metode mengajar ini memang memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut. Pertama, memerlukan waktu yang cukup lama, sehingga menyulitkan bagi Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum untuk membuat jadwal yang dapat mengakomodasi pelaksanaan metode ini. Kedua, memerlukan guru yang benar-benar memiliki kemampuan untuk membimbing siswa untuk dapat menulis. 

Langkah-langkah Kegiatan Penerapan Metode Mengajar
Langkah-langkah proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan PAKEM dapat dilakukan sebagai berikut:
Langkah pertama
 Persiapan. Sudah barang tentu, pendidik telah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sebagai persiapan formal untuk menerapkan metode mengajar ini. Guru juga telah mempersiapan semua perangkat media, alat, dan prasyarat lain yang diperlukan untuk melaksanakan metode ini, misalnya (1) surat perizinan (jika diperlukan), (2) contoh instrumen wawancara yang akan digunakan oleh siswa, (3) contoh tulisan tentang kisah seorang pekerja keras yang berhasil di suatu desa, contoh ”Petani Pepaya” (Kompas, 19 April 2007), ”Pedagang Bunga”, dan sebagainya. Metode mengajar ini akan dilaksanakan dengan membawa siswa untuk mengikuti oubond ke suatu daerah pedesaan. Anak-anak selama sehari atau dua hari untuk mengumpulkan data dan informasi tentang mata pencaharian penduduk, dan kemudian menuliskan tentang apa-apa yang dapat diperoleh dari kegiatan tersebut. Langkah persiapan ini dilakukan oleh guru jauh sebelum proses pembelajaran dimulai.
Langkah kedua:  
Membuka pelajaran (appersepsi atau set induction). Jangan lupa memberikan salam kepada semua siswa. Beritahukan kepada siswa bahwa untuk pelajaran kali ini, para siswa akan diajak untuk melaksanakan proses belajar mengajar dengan metode yang belum pernah dilakukan, yakni yang disebut sebagai foxfire. Berikan kepada siswa tentang metode foxfire ini secara jelas. Metode mengajar ini sudah cukup efektif dapat dilaksanakan untuk siswa kelas tinggi di Sekolah Dasar, misalnya kelas V dan VI. Topik mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang akan diajarkan misalnya adalah ”Mata Pencaharian”. Ada beberapa informasi yang harus disampaikan kepada siswa.

1.  Guru menjelaskan bahwa para siswa dalam waktu sehari dua hasil akan diajak untuk mengumpulkan data tentang mata pencaharian penduduk desa. Para siswa diberikan keterampilan untuk mengumpulkan data dengan cara melakukan wawancara dengan masyarakat desa. Bahkan kalau perlu melakukan observasi partisipatif, misalnya ikut memerah susu sapi, ikut menanam padi, atau ikut membuat barang-barang keterampilan, dan sebagainya. Metode ini dalam beberapa hal sama dengan metode widyawisata atau sinau wisata, atau sekarang banyak dikenal dengan outbound di daerah alam pegunungan, di daerah pedesaan. Kalau perlu untuk melaksanakan kegiatan ini dibentuk panitia kecil, atau pembagian tugas untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siswa dengan didampingi oleh dewan pendidik. 

2.   Untuk dapat menulis tentang data yang berhasil dikumpulkan, para siswa diberikan keterampilan dasar tentang menulis. Misalnya membuat kalimat aktif secara singkat dalam bentuk S/P/O atau subyek-predikat-obyek. Anak-anak dibiasakan dapat menulis kalimat aktif, singkat dan tidak bertele-tele. Guru menjelaskan metode 5H dan 1W atau enam aspek yang penting dalam membuat karangan, yakni apa, dimana, siapa, when, mengapa, dan bagaimana. Apa yang terjadi, dimana kejadian itu, siapa yang terlibat dalam kejadian itu, kapan terjadinya, mengapa hal itu terjadi, dan bagaimana proses kejadian itu. 

3.   Hal yang sangat penting untuk dijelaskan kepada siswa adalah tentang rencana penerbitan semua tulisan yang dihasilkan dari kegiatan ini. Kalau ada penerbit yang akan menerbitkan tulisan tersebut, maka sekolah akan menerbitkan dalam bentuk buletin sekolah, atau juga dapat dipajangkan di majalah dinding yang dikelola oleh para siswa. 

Langkah Ketiga
Guru dan siswa berangkat ke daerah yang telah ditetapkan. Dengan bimbingan beberapa guru yang dilibatkan dalam kegiatan ini, siswa mulai melakukan kegiatan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen wawancara yang telah diberikan kepada siswa. Ada beberapa siswa yang bertugas mengambil gambar dengan menggunakan handycam dan tustel yang sengaja mereka bawa. Dengan semangat, para siswa mecari dan menemui responden yang telah ditetapkan. Minimal siswa harus dapat mewawancari, misalnya 5 (lima) responden di daerah itu. Jika ada kesempatan, para siswa dapat melakukan kegiatan observasi partisipatif bersama penduduk di daerah itu, misalnya ikut menanam padi, ikut memanen kopi, ikut memerah susu sapi, dan kegiatan lainnya. Kegiatan ini akan lebih dapat memberikan pengalaman belajar yang sangat menyenangkan dan mengesankan bagi siswa. Setelah kegiatan pengumpulan data dan informasi selesai dilaksanakan, maka para guru dan siswa kembali ke sekolah dengan menggunakan transportasi yang telah disiapkan. Selama perjalan pulang pergi para siswa dan guru dapat bernyanyi dengan girangnya. Pesawat televisi di bus biasanya dapat memutar lagu-lagu karaoke yang sangat bermanfaat untuk kegiatan yang menyenangkan ini. Lagu-lagu dan permainan pramuka dapat juga digunakan untuk menggairahkan semangat para siswa.

Langkah keempat:  
Pengolahan data dan informasi yang berhasil dikumpulkan kemudian dapat dilakukan di sekolah. Para siswa mengisi tabel yang telah disiapkan, menjumlah data statistik, menghitung prosentase, mengumpulkan foto yang berhasil dicetak, bahkan dapat pula membuat grafik yang diperlukan. Dari hasil pengolahan data dan informasi itulah kemudian dibuatkan tulisan. Para guru perlu memberikan bimbingan kepada siswa bagaimana menulis dengan baik. Berikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk melakukannya sendiri. Jangan sekali-kali membuatkan tulisan untuk siswa. Biarkan siswa membuat konsepnya, lalu berikan kepada teman lainnya untuk membaca dan mengoreksi tulisan tersebut. Tulisan itu dikoreksi juga oleh para guru. Akan lebih baik lagi jika semua itu dapat dikerjakan di ruang laboratorium komputer. Kalau para siswa belum mempunyai kemampuan menulis dengan mesin ketik atau menggunakan program Micorsoft Word di komputer, para siswa dapat menulis di kertas biasa. Itu sudah terlalu cukup.

Langkah Kelima
Adakan diskusi kelas untuk membahas hasil pekerjaan siswa tersebut.  Berikan kesempatan kepada siswa yang diberikan tugas untuk menulis untuk menjelaskan tentang tulisan yang dihasilkan. Kemudian, berikan kepada semua siswa, atau kepada semua kelompok untuk memberikan komentar dan koreksi terhadap tulisan tersebut. Guru dapat memberikan komentar dan koreksi terhadap tulisan tersebut. Jangan sampai lupa memberikan apresiasi kepada para siswa yang telah melaksanakan kegiatan ini.

Langkah Keenam
Pajanglah semua hasil tulisan siswa tersebut di tempat yang telah ditentukan. Jangan sekali-kali ada tulisan yang tidak dipajang. Berikan kesempatan kepada kelas lain untuk menyaksikan hasil pekerjaan siswa. Ajak kepala sekolah dan guru lainnya untuk memberikan apresiasi terhadap hasil pekerjaan siswa.

Langkah ketujuh:  
Undang penerbit untuk kemungkinan dapat menerbitkan semua hasil tulisan siswa. Kalau bisa langsung dapat diterbitkan. Kalau perlu dapat diedit terlebih dahulu oleh tim yang dibentuk untuk itu. Kalau tidak dapat diterbitkan oleh penerbit, maka sekolah dapat menerbitkan dalam bentuk majalah sekolah, atau dapat dijadikan bahan untuk penerbitan majalan dinding di sekolah.

Jika hasil tulisan siswa memang layak diterbitkan menjadi buku yang laku dijual di pasar, maka tidak mustahil sekolah akan memperoleh keuntungan yang tidak kecil dari kegiatan ini. Demikian juga dengan siswa. Kalau metode ini dapat berjalan dengan lancar, maka uang yang diperoleh dari kegiatan ini dapat digunakan untuk mengadakan peralatan yang diperlukan oleh siswa, misalnya papan soft board, rak display, dan kalau perlu dapat untuk menambah koleksi bukau di perpustakaan sekolah. Alangkah indahnya kalau ini dapat dicapai. Siapa bilang sekolah tidak dapat memperoleh income yang merupakan hasil dari kristalisasi keringat, para guru dan siswanya. Begitulah kata Tukul? Mudah-mudahan. 

Refleksi
Metode mengajar ini memang masih terasa agak asing bagi kebanyakan guru di negeri ini. Tetapi, jika para pendidik dapat mencoba untuk menerapkannya, maka metode itu akan membuat proses pembelajaran berlansung lebih unik dan menarik. Pada awalnya, mungkin akan terasa sulit, karena semua permulaan itu memang sulit. All beginning is difficult. Alah bisa karena biasa. Itulah kuncinya. Mudah-mudahan.

Bahan Bacaan:
  • Rice, Marion J. 1987.  Modul-modul Ilmu Pengetahuan Sosial Untuk Kurikulum dan Pengajaran. Malang: P3TK, Direktorat Pendidikan Guru dan Tenaga Teknis.

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar