Sebagian anak kecil ketika ditanya tentang cita-cita mereka kelak, jawaban mereka beraneka ragam, ada yang menjawab ingin menjadi guru, ada juga yang ingin menjadi pilot, dokter, polisi, astronot dan lainnya. Tentu saja cita-cita mereka sesuai dengan apa yang pernah mereka pikirkan sebelumnya, entah berpikir dengan imajinasi mereka atau mereka memang pernah melihat secara langsung dalam kenyataan hidup sesuai dengan kemampuan mereka berpikir.
Sengaja saya sebutkan guru paling pertama, karena semua pekerjaan,
semua cita-cita, semua profesi tentunya tidak lepas dari peran seorang
guru. Tidak bisa dipungkiri seorang Pilot, dokter, polisi, astronot
sendiri tidak akan mungkin bisa menjadi seorang yang berhasil seperti
itu tanpa peran guru, bahkan seorang guru pun juga tak lepas dari peran
penting dari guru pula. Mengapa bisa begitu ?
Definisi Guru
Pertama yang harus kita tekankan terlebih dahulu adalah definisi/arti
dari guru itu sendiri. Apakah guru itu seseorang yang mengajari kita
matematika, bahasa Indonesia, IPS atau IPA ? jawabannya “itu bagian dari
tugas mereka, namun itu bukan definisi guru”. Lalu apa?
Guru adalah seorang “pendidik”, pendidik adalah orang yang memikul
tanggung jawab untuk membimbing (Ramayulis,1982:42) “coba spesifikasikan
lagi tentang seorang pendidik!”, baiklah, pendidik tidak sama dengan
pengajar karena mengajar adalah bagian dari tugas pendidik, seorang
pengajar hanya melakukan proses pemberian materi pelajaran atau dengan
redaksi kata lain “melakukan transfer ilmu” kepada murid-muridnya dan
indikator keberhasilan tertinggi (prestasi) seorang pengajar adalah
ketika orang yang diajari (murid) paham betul dengan materi yang telah
diajarkannya. sedangkan pendidik bukan hanya bertanggung jawab
menyampaikan materi pelajaran kepada murid saja, tetapi juga membentuk
kepribadian seorang anak didik bernilai tinggi. (Ramayulis, 1998:36)
Sifat Guru Menurut Imam Al-Ghazali
Lalu apa tugas seorang pendidik (guru), Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihyaa Ulumuddin,
Guru itu harus cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik
akhlaknya dan kuat fisiknya Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki
berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang
baik ia dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan
kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan
mengarahkan anak-anak muridnya.
10 Sifat Khusus Guru
Pertama,
Jika praktek mengajar merupakan keahlian dan profesi dari seorang guru,
maka sifat terpenting yang harus dimilikinya adalah rasa kasih sayang.
Sifat ini dinilai penting karena akan dapat menimbulkan rasa percaya
diri dan rasa tenteram pada diri murid terhadap gurunya. Hal ini pada
gilirannya dapat menciptakan situasi yang mendorong murid untuk
menguasai ilmu yang diajarkan oleh seorang guru.
Kedua, karena mengajarkan ilmu merupakan kewajiban agama bagi setiap orang alim
(berilmu), maka seorang guru tidak boleh menuntut upah atas jerih
payahnya mengajarnya itu. Seorang guru harus meniru Rasulullah SAW. yang
mengajar ilmu hanya karena Allah, sehingga dengan mengajar itu ia dapat
bertaqarrub kepada Allah. Demikian pula seorang guru tidak dibenarkan
minta dikasihani oleh muridnya, melainkan sebaliknya ia harus berterima
kasih kepada muridnya atau memberi imbalan kepada muridnya apabila ia
berhasil membina mental dan jiwa. Murid telah memberi peluang kepada
guru untuk dekat pada Allah SWT. Namun hal ini bisa terjadi jika antara
guru dan murid berada dalam satu tempat, ilmu yang diajarkan terbatas
pada ilmu-ilmu yang sederhana, tanpa memerlukan tempat khusus, sarana
dan lain sebagainya. Namun jika guru yang mengajar harus datang dari
tempat yang jauh, segala sarana yang mendukung pengajaran harus diberi
dengan dana yang besar, serta faktor-faktor lainnya harus diupayakan
dengan dana yang tidak sedikit, maka akan sulit dilakukan kegiatan
pengajaran apabila gurunya tidak diberikan imbalan kesejahteraan yang
memadai.
Ketiga,
seorang guru yang baik hendaknya berfungsi juga sebagai pengarah dan
penyuluh yang jujur dan benar di hadapan murid-muridnya. Ia tidak boleh
membiarkan muridnya mempelajari pelajaran yang lebih tinggi sebelum
menguasai pelajaran yang sebelumnya. Ia juga tidak boleh membiarkan
waktu berlalu tanpa peringatan kepada muridnya bahwa tujuan pengajaran
itu adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT,. Dan bukan untuk mengejar
pangkat, status dan hal-hal yang bersifat keduniaan. Seorang guru tidak
boleh tenggelam dalam persaingan, perselisihan dan pertengkaran dengan
sesama guru lainnya.
Keempat,
dalam kegiatan mengajar seorang guru hendaknya menggunakan cara yang
simpatik, halus dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian dan
sebagainya. Dalam hubungan ini seorang guru hendaknya jangan mengekspose
atau menyebarluaskan kesalahan muridnya di depan umum, karena cara itu
dapat menyebabkan anak murid yang memiliki jiwa yang keras, menentang,
membangkang dan memusuhi gurunya. Dan jika keadaan ini terjadi dapat
menimbulkan situasi yang tidak mendukung bagi terlaksananya pengajaran
yang baik.
Kelima,
seorang guru yang baik juga harus tampil sebagai teladan atau panutan
yang baik di hadapan murid-muridnya. Dalam hubungan ini seorang guru
harus bersikap toleran dan mau menghargai keahlian orang lain. Seorang
guru hendaknya tidak mencela ilmu-ilmu yang bukan keahliannnya atau
spesialisasinya. Kebiasaan seorang guru yang mencela guru ilmu fiqih dan
guru ilmu fiqih mencela guru hadis dan tafsir, adalah guru yang tidak
baik. (Al-Ghazali, t.th:50)
Keenam,
seorang guru yang baik juga harus memiliki prinsip mengakui adanya
perbedaan potensi yang dimiliki murid secara individual dan
memperlakukannya sesuai dengan tingkat perbedaan yang dimiliki muridnya
itu. Dalam hubungan ini, Al-Ghazali menasehatkan agar guru membatasi
diri dalam mengajar sesuai dengan batas kemampuan pemahaman muridnya,
dan ia sepantasnya tidak memberikan pelajaran yang tidak dapat dijangkau
oleh akal muridnya, karena hal itu dapat menimbulkan rasa antipati atau
merusak akal muridnya. (Al-Ghazali, t.th:51)
Ketujuh,
seorang guru yang baik menurut Al-Ghazali adalah guru yang di samping
memahami perbedaan tingkat kemampuan dan kecerdasan muridnya, juga
memahami bakat, tabiat dan kejiawaannya muridnya sesuai dengan tingkat
perbedaan usianya. Kepada murid yang kemampuannya kurang, hendaknya
seorang guru jangan mengajarkan hal-hal yang rumit sekalipun guru itu
menguasainya. Jika hal ini tidak dilakukan oleh guru, maka dapat
menimbulkan rasa kurang senang kepada guru, gelisah dan ragu-ragu.
Kedelapan,
seorang guru yang baik adalah guru yang berpegang teguh kepada prinsip
yang diucapkannya, serta berupaya untuk merealisasikannya sedemikian
rupa. Dalam hubungan ini Al-Ghazali mengingatkan agar seorang guru
jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang bertentangan dengan prinsip
yang dikemukakannya. Sebaliknya jika hal itu dilakukan akan menyebabkan
seorang guru kehilangan wibawanya. Ia akan menjadi sasaran penghinaan
dan ejekan yang pada gilirannya akan menyebabkan ia kehilangan kemampuan
dalam mengatur murid-muridnya. Ia tidak akan mampu lagi mengarahkan
atau memberi petunjuk kepada murid-muridnya.
Kesembilan,
guru melakukan evaluasi (proses mengukur dan menilai) terhadap siswanya
harus objektif. Tidak membedakan murid karena jabatan orang tua atau
sanak famili, karena hal itu akan mengakibatkan pembicaraan miring
diluar dan juga menjadi kesenjangan sosial terhadap teman-temannya yang
lain. Maka dari itu, siapapun dia harus diberikan pengajaran dan
pendidikan yang sama dengan punishment (hukuman) dan reward (penghargaan) yang “tepat”.
Kesepuluh, guru
rela mengakui kesalahan yang diperbuat. Guru juga manusia biasa, yang
tak sempurna dan pernah salah. Ketika guru mengatakan sesuatu yang
memang pada kenyataannya salah, maka guru wajib meminta maaf atas
perkataannya itu dan jangan sampai guru berkeras hati mempertahankan
bahwa dirinya selalu benar. Hal ini bertujuan agar sifat tawadduk dalam
diri guru terus tumbuh dan tidak dicap bahwa guru adalah orang yang
takabbur/tinggi hati atau sombong dengan profesi yang dilakoninya.
Kesimpulan :
Dari
sepuluh sifat khusus yang harus ada dalam diri seorang guru, dapat
ditarik kesimpulan bahwa seorang guru adalah contoh dan teladan yang
baik bagi murid-muridnya, ketika guru memberikan sesuatu yang baik maka
baik pula anak muridnya dan sebaliknya ketika guru memberikan contoh
yang buruk, kelak buruk juga akhlak murid.
Sumber :
- Al-Ghazali, Ihyaa Ulumuddin, Beirut : Daar al-Fikr, Juz I, t. th.
- Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam: Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, Cet. I, 2000.
- Ramayulis, Didaktik Metodik, Padang : Fakultas Tarbiyah IAIN Imam Bonjol, 1982.
- Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia, Cet. II, 1998.
- http://diaz2000.multiply.com/journal/item/2/Kriteria_Guru_Yang_Baik_Menurut_Al-Ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar