Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal pokok yaitu:
-
pemimpin sebagai subjek, dan.
-
yang dipimpin sebagai objek.
Kata pimpin
mengandung pengertian mengarahkan, membina atau mengatur, menuntun dan
juga menunjukkan ataupun mempengaruhi. Pemimpin mempunyai tanggung jawab
baik secara fisik maupun spiritual terhadap keberhasilan aktivitas
kerja dari yang dipimpin, sehingga menjadi pemimpin itu tidak mudah dan
tidak akan setiap orang mempunyai kesamaan di dalam menjalankan
ke-pemimpinannya.
Mitos-mitos Pemimpin
Mitos
pemimpin adalah pandangan-pandangan atau keyakinan-keyakinan masyarakat
yang dilekatkan kepada gambaran seorang pemimpin. Mitos ini disadari
atau tidak mempengaruhi pengembangan pemimpin dalam organisasi.
Ada 3 (tiga)
mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu mitos the Birthright, the
For All – Seasons , dan the Intensity. Mitos the Birthright berpandangan
bahwa pemimpin itu dilahirkan bukan dihasilkan (dididik). Mitos ini
berbahaya bagi perkembangan regenerasi pemimpin karena yang dipandang
pantas menjadi pemimpin adalah orang yang memang dari sananya dilahirkan
sebagai pemimpin, sehingga yang bukan dilahirkan sebagai pemimpin tidak
memiliki kesempatan menjadi pemimpin
Mitos the
For All – Seasons berpandangan bahwa sekali orang itu menjadi pemimpin
selamanya dia akan menjadi pemimpin yang berhasil. Pada kenyataannya
keberhasilan seorang pemimpin pada satu situasi dan kondisi tertentu
belum tentu sama dengan situasi dan kondisi lainnya. Mitos the Intensity
berpandangan bahwa seorang pemimpin harus bisa bersikap tegas dan galak
karena pekerja itu pada dasarnya baru akan bekerja jika didorong dengan
cara yang keras. Pada kenyataannya kekerasan mempengaruhi peningkatan
produktivitas kerja hanya pada awal-awalnya saja, produktivitas
seterusnya tidak bisa dijamin. Kekerasan pada kenyataannya justru dapat
menumbuhkan keterpaksaan yang akan dapat menurunkan produktivitas kerja.
Atribut-atribut Pemimpin
Secara umum atribut personal atau karakter yang harus ada atau melekat pada diri seorang pemimpin adalah:
-
mumpuni, artinya memiliki kapasitas dan kapabilitas yang lebih balk daripada orang-orang yang dipimpinnya,
-
juara, artinya memiliki prestasi balk akademik maupun non akademik yang lebih balk dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
-
tangungjawab, artinya memiliki kemampuan dan kemauan bertanggungjawab yang lebih tinggi dibanding orang-orang yang dipimpinnya,
-
aktif, artinya memiliki kemampuan dan kemauan berpartisipasi sosial dan melakukan sosialisasi secara aktif lebih balk dibanding oramg-orang yang dipimpinnya, dan
-
walaupun tidak harus, sebaiknya memiliki status sosial ekonomi yang lebih tinggi disbanding orang-orang yang dipimpinnya.
Meskipun
demikian, variasi atribut-atribut personal tersebut bisa berbeda-beda
antara situasi organisasi satu dengan organisasi lainnya. Organisasi
dengan situasi dan karakter tertentu menuntut pemimpin yang memiliki
variasi atribut tertentu pula.
Kepemimpinan Menurut Teori Sifat (Trait Theory)
Studi-studi
mengenai sifat-sifat/ciri-ciri mula-mula mencoba untuk mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan kemampuan
orang yang dipercaya sebagai pemimpin alami. Ratusan studi tentang
sifat/ciri telah dilakukan, namun sifat-sifat/ciri-ciri tersebut tidak
memiliki hubungan yang kuat dan konsisten dengan keberhasilan
kepemimpinan seseorang. Penelitian mengenai sifat/ciri tidak
memperhatikan pertanyaan tentang bagaimana sifat/ciri itu berinteraksi
sebagai suatu integrator dari kepribadian dan perilaku atau bagaimana
situasi menentukan relevansi dari berbagai sifat/ciri dan kemampuan bagi
keberhasilan seorang pemimpin.
Berbagai
pendapat tentang sifat-sifat/ciri-ciri ideal bagi seorang pemimpin
telah dibahas dalam kegiatan belajar ini termasuk tinjauan terhadap
beberapa sifat/ciri yang ideal tersebut.
Kepemimpinan Menurut Teori Perilaku (Behavioral Theory)
Selama
tiga dekade, dimulai pada permulaan tahun 1950-an, penelitian mengenai
perilaku pemimpin telah didominasi oleh suatu fokus pada sejumlah kecil
aspek dari perilaku. Kebanyakan studi mengenai perilaku kepemimpinan
selama periode tersebut menggunakan kuesioner untuk mengukur perilaku
yang berorientasi pada tugas dan yang berorientasi pada hubungan.
Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat bagaimana perilaku tersebut
dihubungkan dengan kriteria tentang efektivitas kepemimpinan seperti
kepuasan dan kinerja bawahan. Peneliti-peneliti lainnya menggunakan
eksperimen laboratorium atau lapangan untuk menyelidiki bagaimana
perilaku pemimpin mempengaruhi kepuasan dan kinerja bawahan. Jika kita
cermati, satu-satunya penemuan yang konsisten dan agak kuat dari teori
perilaku ini adalah bahwa para pemimpin yang penuh perhatian mempunyai
lebih banyak bawahan yang puas.
Hasil
studi kepemimpinan Ohio State University menunjukkan bahwa perilaku
pemimpin pada dasarnya mengarah pada dua kategori yaitu consideration
dan initiating structure. Hasil penelitian dari Michigan University
menunjukkan bahwa perilaku pemimpin memiliki kecenderungan berorientasi
kepada bawahan dan berorientasi pada produksi/hasil. Sementara itu,
model leadership continuum dan Likert’s Management Sistem menunjukkan
bagaimana perilaku pemimpin terhadap bawahan dalam pembuatan keputusan.
Pada sisi lain, managerial grid, yang sebenarnya menggambarkan secara
grafik kriteria yang digunakan oleh Ohio State University dan orientasi
yang digunakan oleh Michigan University. Menurut teori ini, perilaku
pemimpin pada dasarnya terdiri dari perilaku yang pusat perhatiannya
kepada manusia dan perilaku yang pusat perhatiannya pada produksi.
Teori-teori
kontingensi berasumsi bahwa berbagai pola perilaku pemimpin (atau ciri)
dibutuhkan dalam berbagai situasi bagi efektivitas kepemimpinan. Teori
Path-Goal tentang kepemimpinan meneliti bagaimana empat aspek perilaku
pemimpin mempengaruhi kepuasan serta motivasi pengikut. Pada umumnya
pemimpin memotivasi para pengikut dengan mempengaruhi persepsi mereka
tentang konsekuensi yang mungkin dari berbagai upaya. Bila para pengikut
percaya bahwa hasil-hasil dapat diperoleh dengan usaha yang serius dan
bahwa usaha yang demikian akan berhasil, maka kemungkinan akan melakukan
usaha tersebut. Aspek-aspek situasi seperti sifat tugas, lingkungan
kerja dan karakteristik pengikut menentukan tingkat keberhasilan dari
jenis perilaku kepemimpinan untuk memperbaiki kepuasan dan usaha para
pengikut.
LPC
Contingency Model dari Fiedler berhubungan dengan pengaruh yang
melunakkan dari tiga variabel situasional pada hubungan antara suatu
ciri pemimpin (LPC) dan kinerja pengikut. Menurut model ini, para
pemimpin yang berskor LPC tinggi adalah lebih efektif untuk
situasi-situasi yang secara moderat menguntungkan, sedangkan para
pemimpin dengan skor LPC rendah akan lebih menguntungkan baik pada
situasi yang menguntungkan maupun tidak menguntungkan. Leader Member
Exchange Theory menjelaskan bagaimana para pemimpin mengembangkan
hubungan pertukaran dalam situasi yang berbeda dengan berbagai pengikut.
Hersey and Blanchard Situasional Theory lebih memusatkan perhatiannya
pada para pengikut. Teori ini menekankan pada perilaku pemimpin dalam
melaksanakan tugas kepemimpinannya dan hubungan pemimpin pengikut.
Leader
Participation Model menggambarkan bagaimana perilaku pemimpin dalam
proses pengambilan keputusan dikaitkan dengan variabel situasi. Model
ini menganalisis berbagai jenis situasi yang mungkin dihadapi seorang
pemimpin dalam menjalankan tugas kepemimpinannya. Penekanannya pada
perilaku kepemimpinan seseorang yang bersifat fleksibel sesuai dengan
keadaan yang dihadapinya.
Teori Atribut Kepemimpinan
Teori
atribusi kepemimpinan mengemukakan bahwa kepemimpinan semata-mata
merupakan suatu atribusi yang dibuat orang atau seorang pemimpin
mengenai individu-individu lain yang menjadi bawahannya.
Kepemimpinan Kharismatik
Karisma
merupakan sebuah atribusi yang berasal dari proses interaktif antara
pemimpin dan para pengikut. Atribut-atribut karisma antara lain rasa
percaya diri, keyakinan yang kuat, sikap tenang, kemampuan berbicara dan
yang lebih penting adalah bahwa atribut-atribut dan visi pemimpin
tersebut relevan dengan kebutuhan para pengikut.
Berbagai
teori tentang kepemimpinan karismatik telah dibahas dalam kegiatan
belajar ini. Teori kepemimpinan karismatik dari House menekankan kepada
identifikasi pribadi, pembangkitan motivasi oleh pemimpin dan pengaruh
pemimpin terhadap tujuan- tujuan dan rasa percaya diri para pengikut.
Teori atribusi tentang karisma lebih menekankan kepada identifikasi
pribadi sebagai proses utama mempengaruhi dan internalisasi sebagai
proses sekunder. Teori konsep diri sendiri menekankan internalisasi
nilai, identifikasi sosial dan pengaruh pimpinan terhadap kemampuan diri
dengan hanya memberi peran yang sedikit terhadap identifikasi pribadi.
Sementara itu, teori penularan sosial menjelaskan bahwa perilaku para
pengikut dipengaruhi oleh pemimpin tersebut mungkin melalui identifikasi
pribadi dan para pengikut lainnya dipengaruhi melalui proses penularan
sosial. Pada sisi lain, penjelasan psikoanalitis tentang karisma
memberikan kejelasan kepada kita bahwa pengaruh dari pemimpin berasal
dari identifikasi pribadi dengan pemimpin tersebut.
Karisma
merupakan sebuah fenomena. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan
oleh seorang pemimpin karismatik untuk merutinisasi karisma walaupun
sukar untuk dilaksanakan. Kepemimpinan karismatik memiliki dampak
positif maupun negatif terhadap para pengikut dan organisasi.
Pemimpin
pentransformasi (transforming leaders) mencoba menimbulkan kesadaran
para pengikut dengan mengarahkannya kepada cita-cita dan nilai-nilai
moral yang lebih tinggi.
Burns
dan Bass telah menjelaskan kepemimpinan transformasional dalam
organisasi dan membedakan kepemimpinan transformasional, karismatik dan
transaksional. Pemimpin transformasional membuat para pengikut menjadi
lebih peka terhadap nilai dan pentingnya pekerjaan, mengaktifkan
kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi dan menyebabkan para
pengikut lebih mementingkan organisasi. Hasilnya adalah para pengikut
merasa adanya kepercayaan dan rasa hormat terhadap pemimpin tersebut,
serta termotivasi untuk melakukan sesuatu melebihi dari yang diharapkan
darinya. Efek-efek transformasional dicapai dengan menggunakan karisma,
kepemimpinan inspirasional, perhatian yang diindividualisasi serta
stimulasi intelektual.
Hasil
penelitian Bennis dan Nanus, Tichy dan Devanna telah memberikan suatu
kejelasan tentang cara pemimpin transformasional mengubah budaya dan
strategi-strategi sebuah organisasi. Pada umumnya, para pemimpin
transformasional memformulasikan sebuah visi, mengembangkan sebuah
komitmen terhadapnya, melaksanakan strategi-strategi untuk mencapai visi
tersebut, dan menanamkan nilai-nilai baru.
Kondisi
sosio-psikologis adalah semua kondisi eksternal dan internal yang ada
pada saat pemunculan seorang pemimpin. Dari sisi kondisi
sosio-psikologis pemimpin dapat dikelompokkan menjadi pemimpin kelompok
(leaders of crowds), pemimpin siswa/mahasiswa (student leaders),
pemimpin publik (public leaders), dan pemimpin perempuan (women
leaders). Masing-masing tipe pemimpin tersebut masih bisa dibuat
sub-tipenya. Sub-tipe pemimpin kelompok adalah: crowd compeller, crowd
exponent, dan crowd representative.
Sub-tipe
pemimpin siswa/mahasiswa adalah: the explorer president, the take
charge president, the organization president, dan the moderators.
Sub-tipe pemimpin publik ada beberapa, yaitu:
-
Menurut Kincheloe, Nabi atau Rasul juga termasuk pemimpin publik, yang memiliki kemampuan yang sangat menonjol yang membedakannya dengan pemimpin bukan Nabi atau Rasul, yaitu dalam hal membangkitkan keyakinan dan rasa hormat pengikutnya untuk dengan sangat antusias mengikuti ajaran yang dibawanya dan meneladani semua sikap dan perilakunya.
Tipe
pemimpin yang lain adalah pemimpin perempuan, yang oleh masyarakat
dilekati 4 setereotip, yaitu sebagai: the earth mother, the manipulator,
the workaholic, dan the egalitarian.
Tipologi
kepemimpinan berdasar kepribadian dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok besar, yaitu tipologi Myers – Briggs dan tipologi berdasar
skala CPI (California Personality Inventory). Myers – Briggs
mengelompokkan tipe-tipe kepribadian berdasar konsep psikoanalisa yang
dikembangkan oleh Jung, yaitu: extrovert – introvert, sensing –
intuitive, thinking – feeling, judging – perceiving. Tipe kepribadian
ini kemudian dia teliti pada manajer Amerika Serikat dan diperoleh tipe
pemimpin berdasar kepribadian sebagai berikut:
Kemudian
dengan menggunakan tipe kepribadian yang disusun berdasar konsep
psikoanalisa Jung, Delunas melakukan penelitian terhadap para manajer
dan ekesekutif negara bagian, dan mengelompokkan tipe pemimpin berdasar
kepribadian sebagai berikut:
Tipologi
kepribadian yang lain adalah sebagaimana yang disusun dengan
menggunakan skala CPI (California Personality Invetory) yang
mengelompokkan tipe pemimpin menjadi: leader, innovator, saint, dan
artist.
Ada
empat kelompok tipologi kepemimpinan yang disusun berdasar gaya
kepemimpinan, yaitu tipologi Blake – Mouton, tipologi Reddin, tipologi
Bradford – Cohen, dan tipologi Leavitt. Menurut Blake – Mouton tipe
pemimpin dapat dibagi ke dalam tipe:
Kemudian
Reddin melakukan pengembangan lanjut atas tipologi ini, dan menemukan
tipe pemimpin sebagai berikut: deserter, missionary, compromiser,
bureaucrat, benevolent autocrat, developer, dan executive. Sementara
Bradford dan Cohen membagi tipe pemimpin menjadi: technician, conductor,
dan developer. Tipologi kepemimpinan yang dikembangkan oleh Leavitt
membagi tipe pemimpin menjadi: pathfinders, problem solvers, dan
implementers.
Tipologi
pemimpin berdasar fungsi, peran, dan perilaku pemimpin adalah tipologi
pemimpn yang disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada
dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat
dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasar fungsi, berdasar peran, dan
berdasar perilaku yang ditunjukkan oleh pemimpin. Berdasar perilakunya,
tipe pemimpin dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang
dikemukakan oleh: Cattell dan Stice; S. Levine; Clarke; Komaki, Zlotnik
dan Jensen. Berdasar fungsinya, tipe pemimpin dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh: Bales dan Slater; Roby;
Shutz; Cattell; Bowes dan Seashore. Berdasar perannya, tipe pemimpin
dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe pemimpin yang dikemukakan oleh :
Benne dan Sheats; dan Mintzberg.
The Vision Role
Sebuah
visi adalah pernyataan yang secara relatif mendeskripsikan aspirasi
atau arahan untuk masa depan organisasi. Dengan kata lain sebuah
pernyataan visi harus dapat menarik perhatian tetapi tidak menimbulkan
salah pemikiran.
Agar
visi sesuai dengan tujuan organisasi di masa mendatang, para pemimpin
harus menyusun dan manafsirkan tujuan-tujuan bagi individu dan unit-unit
kerja.
Peran Pemimpin dalam Pengendalian dan Hubungan Organisasional
Tindakan
manajemen para pemimpin organisasi dalam mengendalikan organisasi
meliputi: (a) mengelola harta milik atau aset organisasi; (b)
mengendalikan kualitas kepemimpinan dan kinerja organisasi; (c)
menumbuhkembangkan serta mengendalikan situasi maupun kondisi kondusif
yang berkenaan dengan keberadaan hubungan dalam organisasi. Dan peran
pengendalian serta pemelihara / pengendali hubungan dalam organisasi
merupakan pekerjaan kepemimpinan yang berat bagi pemimpin. Oleh sebab
itu diperlukan pengetahuan, seni dan keahlian untuk melaksanakan
kepemimpinan yang efektif.
Ruang
lingkup peran pengendali organiasasi yang melekat pada pemimpin
meliputi pengendalian pada perumusan pendefinisian masalah dan
pemecahannya, pengendalian pendelegasian wewenang, pengendalian uraian
kerja dan manajemen konflik.
Ruang
lingkup peran hubungan yang melekat pada pemimpin meliputi peran
pemimpin dalam pembentukan dan pembinaan tim-tim kerja; pengelolaan tata
kepegawaian yang berguna untuk pencapaian tujuan organisasi; pembukaan,
pembinaan dan pengendalian hubungan eksternal dan internal organisasi
serta perwakilan bagi organisasinya.
Salah
satu peran kepemimpinan yang harus dijalankan oleh seorang pemimpin
adalah peran membangkitkan semangat kerja. Peran ini dapat dijalankan
dengan cara memberikan pujian dan dukungan. Pujian dapat diberikan dalam
bentuk penghargaan dan insentif. Penghargaan adalah bentuk pujian yang
tidak berbentuk uang, sementara insentif adalah pujian yang berbentuk
uang atau benda yang dapat kuantifikasi. Pemberian insentif hendaknya
didasarkan pada aturan yang sudah disepakati bersama dan transparan.
Insentif akan efektif dalam peningkatan semangat kerja jika diberikan
secara tepat, artinya sesuai dengan tingkat kebutuhan karyawan yang
diberi insentif, dan disampaikan oleh pimpinan tertinggi dalam
organisasi , serta diberikan dalam suatu ‘event’ khusus.
Peran
membangkitkan semangat kerja dalam bentuk memberikan dukungan, bisa
dilakukan melalui kata-kata , baik langsung maupun tidak langsung, dalam
kalimat-kalimat yang sugestif. Dukungan juga dapat diberikan dalam
bentuk peningkatan atau penambahan sarana kerja, penambahan staf yag
berkualitas, perbaikan lingkungan kerja, dan semacamnya.
Informasi
merupakan jantung kualitas perusahaan atau organisasi; artinya walaupun
produk dan layanan purna jual perusahaan tersebut bagus, tetapi jika
komunikasi internal dan eksternalnya tidak bagus, maka perusahaan itu
tidak akan bertahan lama karena tidak akan dikenal masyarakat dan
koordinasi kerja di dalamnya jelek. Penyampaian atau penyebaran
informasi harus dirancang sedemikian rupa sehingga informasi benar-benar
sampai kepada komunikan yang dituju dan memberikan manfaat yang
diharapkan. Informasi yang disebarkan harus secara terus-menerus
dimonitor agar diketahui dampak internal maupun eksternalnya. Monitoring
tidak dapat dilakukan asal-asalan saja, tetapi harus betul-betul
dirancang secara efektif dan sistemik. Selain itu, seorang pemimpin juga
harus menjalankan peran consulting baik ke ligkungan internal
organisasi maupun ke luar organisasi secara baik, sehingga tercipta
budaya organisasi yang baik pula. Sebagai orang yang berada di puncak
dan dipandang memiliki pengetahuan yang lebih baik dibanding yang
dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan bimbingan yang
tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam
melaksanakan pekerjaannya.
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Kepemimpinan
demokratis menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting
dalam setiap kelompok/organisasi. Gaya kepemimpinan demokratis
diwujudkan dengan dominasi perilaku sebagai pelindung dan penyelamat dan
perilaku yang cenderung memajukan dan mengembangkan
organisasi/kelompok. Di samping itu diwujudkan juga melalui perilaku
kepemimpinan sebagai pelaksana (eksekutif).
Dengan
didominasi oleh ketiga perilaku kepemimpinan tersebut, berarti gaya ini
diwarnai dengan usaha mewujudkan dan mengembangkan hubungan manusiawi
(human relationship) yang efektif, berdasarkan prinsip saling
menghormati dan menghargai antara yang satu dengan yang lain. Pemimpin
memandang dan menempatkan orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek,
yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti dirinya
juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat,
minat/perhatian, kreativitas, inisiatif, dan lain-lain yang berbeda-beda
antara yang satu dengan yang lain selalu dihargai dan disalurkan secara
wajar.
Berdasarkan
prinsip tersebut di atas, dalam gaya kepemimpinan ini selalu terlihat
usaha untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpin. Proses kepemimpinan
diwujudkan dengan cara memberikan kesempatan yang luas bagi anggota
kelompok/organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
Partisipasi itu disesuaikan dengan posisi/jabatan masing-masing, di
samping memperhatikan pula tingkat dan jenis kemampuan setiap anggota
kelompok/organisasi. Para pemimpin pelaksana sebagai pembantu pucuk
pimpinan, memperoleh pelimpahan wewenang dan tanggung jawab, yang sama
atau seimbang pentingnya bagi pencapaian tujuan bersama. Sedang bagi
para anggota kesempatan berpartisipasi dilaksanakan dan dikembangkan
dalam berbagai kegiatan di lingkungan unit masing-masing, dengan
mendorong terwujudnya kerja sama, baik antara anggota dalam satu maupun
unit yang berbeda. Dengan demikian berarti setiap anggota tidak saja
diberi kesempatan untuk aktif, tetapi juga dibantu dalam mengembangkan
sikap dan kemampuannya memimpin. Kondisi itu memungkinkan setiap orang
siap untuk dipromosikan menduduki posisi/jabatan pemimpin secara
berjenjang, bilamana terjadi kekosongan karena pensiun, pindah,
meninggal dunia, atau sebab-sebab lain.
Kepemimpinan
dengan gaya demokratis dalam mengambil keputusan sangat mementingkan
musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di dalam unit
masing-masing. Dengan demikian dalam pelaksanaan setiap keputusan tidak
dirasakan sebagai kegiatan yang dipaksakan, justru sebaliknya semua
merasa terdorong mensukseskannya sebagai tanggung jawab bersama. Setiap
anggota kelompok/organisasi merasa perlu aktif bukan untuk kepentingan
sendiri atau beberapa orang tertentu, tetapi untuk kepentingan bersama.
Aktivitas
dirasakan sebagai kebutuhan dalam mewujudkan partisipasi, yang
berdampak pada perkembangan dan kemajuan kelompok/organisasi secara
keseluruhan. Tidak ada perasaan tertekan dan takut, namun pemimpin
selalu dihormati dan disegani secara wajar
Kepemimpinan
otoriter merupakan gaya kepemimpinan yang paling tua dikenal manusia.
Oleh karena itu gaya kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan
satu orang atau sekelompok kecil orang yang di antara mereka tetap ada
seorang yang paling berkuasa. Pemimpin bertindak sebagai penguasa
tunggal. Orang-orang yang dipimpin yang jumlahnya lebih banyak,
merupakan pihak yang dikuasai, yang disebut bawahan atau anak buah.
Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan
bahkan kehendak pimpinan. Pemimpin memandang dirinya lebih, dalam
segala hal dibandingkan dengan bawahannya. Kemampuan bawahan selalu
dipandang rendah, sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa
perintah. Perintah pemimpin sebagai atasan tidak boleh dibantah, karena
dipandang sebagai satu-satunya yang paling benar. Pemimpin sebagai
penguasa merupakan penentu nasib bawahannya. Oleh karena itu tidak ada
pilihan lain, selain harus tunduk dan patuh di bawah kekuasaan sang
pemimpin. Kekuasaan pimpinan digunakan untuk menekan bawahan, dengan
mempergunakan sanksi atau hukuman sebagai alat utama. Pemimpin menilai
kesuksesannya dari segi timbulnya rasa takut dan kepatuhan yang bersifat
kaku.
Kepemimpinan
dengan gaya otoriter banyak ditemui dalam pemerintahan Kerajaan
Absolut, sehingga ucapan raja berlaku sebagai undang-undang atau
ketentuan hukum yang mengikat. Di samping itu sering pula terlihat gaya
dalam kepemimpinan pemerintahan diktator sebagaimana terjadi di masa
Nazi Jerman dengan Hitler sebagai pemimpin yang otoriter.
Gaya Kepemimpinan Bebas dan Gaya Kepemimpinan Pelengkap
Kepemimpinan
Bebas merupakan kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter.
Dilihat dari segi perilaku ternyata gaya kepemimpinan ini cenderung
didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi (compromiser) dan
perilaku kepemimpinan pembelot (deserter). Dalam prosesnya ternyata
sebenarnya tidak dilaksanakan kepemimpinan dalam arti sebagai rangkaian
kegiatan menggerakkan dan memotivasi anggota kelompok/organisasinya
dengan cara apa pun juga. Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
Kepemimpinannya dijalankan dengan memberikan kebebasan penuh pada orang
yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan (berbuat)
menurut kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara
perseorangan maupun berupa kelompok-kelompok kecil.
Pemimpin
hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat, yang dilakukan dengan
memberi kesempatan untuk berkompromi atau bertanya bagi anggota kelompok
yang memerlukannya. Kesempatan itu diberikan baik sebelum maupun
sesudah anggota yang bersangkutan menetapkan keputusan atau melaksanakan
suatu kegiatan.
Kepemimpinan
dijalankan tanpa berbuat sesuatu, karena untuk bertanya atau tidak
(kompromi) tentang sesuatu rencana keputusan atau kegiatan, tergantung
sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin. Dalam keadaan seperti itu
setiap terjadi kekeliruan atau kesalahan, maka pemimpin selalu berlepas
tangan karena merasa tidak ikut serta menetapkannya menjadi keputusan
atau kegiatan yang dilaksanakan kelompok/organisasinya. Pemimpin
melepaskan diri dari tanggung jawab (deserter), dengan menuding bahwa
yang salah adalah anggota kelompok/organisasinya yang menetapkan atau
melaksanakan keputusan dan kegiatan tersebut. Oleh karena itu bukan
dirinya yang harus dan perlu diminta pertanggungjawaban telah berbuat
kekeliruan atau kesalahan.
Sehubungan
dengan itu apabila tidak seorang pun orang-orang yang dipimpin atau
bawahan yang mengambil inisiatif untuk menetapkan suatu keputusan dan
tidak pula melakukan sesuatu kegiatan, maka kepemimpinan dan keseluruhan
kelompok/organisasi menjadi tidak berfungsi. Kebebasan dalam menetapkan
suatu keputusan atau melakukan suatu kegiatan dalam tipe kepemimpinan
ini diserahkan sepenuhnya pada orang-orang yang dipimpin.
Oleh
karena setiap manusia mempunyai kemauan dan kehendak sendiri, maka akan
berakibat suasana kebersamaan tidak tercipta, kegiatan menjadi tidak
terarah dan simpang siur. Wewenang tidak jelas dan tanggung jawab
menjadi kacau, setiap anggota saling menunggu dan bahkan saling salah
menyalahkan apabila diminta pertanggungjawaban.
-
Kepemimpinan Agitator
Tipe kepemimpinan ini diwarnai dengan kegiatan pemimpin dalam bentuk tekanan, adu domba, memperuncing perselisihan, menimbulkan dan memperbesar perpecahan/pertentangan dan lain-lain dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Agitasi yang dilakukan terhadap orang luar atau organisasi lain, adalah untuk mendapatkan keuntungan bagi organisasinya dan bahkan untuk kepentingan pemimpin sendiri
Di
samping gaya kepemimpinan demokratis, otokrasi maupun bebas maka pada
kenyataannya sulit untuk dibantah bila dikatakan terdapat beberapa gaya
atau perilaku kepemimpinan yang tidak dapat dikategorikan ke dalam salah
satu tipe kepemimpinan tersebut. Sehubungan dengan itu sekurang
kurangnya terdapat lima gaya atau perilaku kepemimpinan seperti itu.
Kelima gaya atau perilaku kepemimpinan itu adalah
Kekuasaan
Kekuasaan
dapat didefinisikan sebagai suatu potensi pengaruh dari seorang
pemimpin. Kekuasaan seringkali dipergunakan silih berganti dengan
istilah pengaruh dan otoritas.
Berbagai
sumber dan jenis kekuasaan dari beberapa teoritikus seperti French dan
Raven, Amitai Etzioni, Kenneth W. Thomas, Organ dan Bateman, dan Stepen P
Robbins telah dikemukakan dalam kegiatan belajar ini.
Kekuasaan
merupakan sesuatu yang dinamis sesuai dengan kondisi yang berubah dan
tindakan-tindakan para pengikut. Berkaitan dengan hal ini telah
dikemukakan social exchange theory, strategic contingency theory dan
proses-proses politis sebagai usaha untuk mempertahankan, melindungi dan
me-ningkatkan kekuasaan.
Dalam
kaitan dengan kekuasaan, para pemimpin membutuhkan kekuasaan tertentu
agar efektif. Keberhasilan pemimpin sangat tergantung pada cara
penggunaan kekuasaan. Pemimpin yang efektif kemungkinan akan menggunakan
kekuasaan dengan cara yang halus, hati-hati, meminimalisasi perbedaan
status dan menghindari ancaman- ancaman terhadap rasa harga diri para
pengikut.
Pengaruh
sebagai inti dari kepemimpinan merupakan kemampuan seseorang untuk
mengubah sikap, perilaku orang atau kelompok dengan cara-cara yang
spesifik. Seorang pemimpin yang efektif tidak hanya cukup memiliki
kekuasaan, tetapi perlu pula mengkaji proses-proses mempengaruhi yang
timbal balik yang terjadi antara pemimpin dengan yang dipimpin.
Para
teoretikus telah mengidentifikasi berbagai taktik mempengaruhi yang
berbeda-beda seperti persuasi rasional, permintaan berinspirasi,
pertukaran, tekanan, permintaan pribadi, menjilat, konsultasi, koalisi,
dan taktik mengesahkan. Pilihan taktik mempengaruhi yang akan digunakan
oleh seorang pemimpin dalam usaha mempengaruhi para pengikutnya
tergantung pada beberapa aspek situasi tertentu. Pada umumnya, para
pemimpin lebih sering menggunakan taktik-taktik mempengaruhi yang secara
sosial dapat diterima, feasible, memungkinkan akan efektif untuk suatu
sasaran tertentu, memungkinkan tidak membutuhkan banyak waktu, usaha
atau biaya.
Efektivitas
masing-masing taktik mempengaruhi dalam usaha untuk memperoleh komitmen
dari para pengikut antara lain tergantung pada keterampilan pemimpin,
jenis permintaan serta position dan personal power pemimpin tersebut.
Konflik
dapat didefinisikan sebagai suatu proses di mana sebuah usaha dibuat
dengan sengaja oleh seseorang atau suatu unit untuk menghalangi pihak
lain yang menghasilkan kegagalan pencapaian tujuan pihak lain atau
meneruskan kepentingannya.
Ada
beberapa pandangan tentang konflik yaitu pandangan tradisional, netral
dan interaksionis. Pandangan tradisional mengatakan bahwa konflik itu
negatif, pandangan netral menganggap bahwa konflik adalah ciri hakiki
tingkah laku manusia yang dinamis, sedangkan interaksionis mendorong
terjadinya konflik.
Untuk
mengurangi, memecahkan dan menstimulasi konflik ada beberapa pendekatan
atau strategi yang dapat ditempuh sebagaimana disarankan oleh beberapa
teoretikus.
Kepemimpinan Perempuan
Perubahan
lingkungan dan pergeseran budaya telah mempengaruhi dinamika
kepemimpinan perempuan. Pada umumnya pemimpin perempuan cenderung
diberikan porsi pada organisasi perempuan dan sosial. Namun dengan
adanya globalisasi telah merubah paradigma kepemimpinan ke arah
pertimbangan core competence yang dapat berdaya saing di pasar global
Oleh sebab itu banyak organisasi berkaliber dunia yang memberikan
kesempatan bagi perempuan yang mampu dan memenuhi persyaratan
kepemimpinan sesuai situasi dan kondisi sekarang ini.
Hambatan
bagi kepemimpinan perempuan lebih banyak akibat adanya stereotipe
negatif tentang kepemimpinan perempuan serta dari mental (perempuan)
yang bersangkutan. Stereotipe-stereotipe tersebut muncul sebagai akibat
dari pemikiran individu dan kolektif yang berasal dari latar belakang
sosial budaya dan karakteristik pemahaman masyarakat terhadap gender
serta tingkat pembangunan suatu negara atau wilayah.
Dari
hasil temuan, ternyata tidak ditemukan adanya perbedaan antara gaya
kepemimpinan perempuan dengan laki-laki, walaupun ada sedikit perbedaan
potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki, di mana keunggulan dan
kelemahan potensi kepemimpinan perempuan dan laki-laki merupakan hal
yang saling mengisi. Begitu juga dengan karakteristik kepemimpinan
perempuan dan laki-laki dapat disinergikan menjadi kekuatan yang
harmonis bagi organisasi yang bersangkutan.
Untuk
menduduki posisi kepemimpinan dalan organisasi di era global, perempuan
perlu meningkatkan ESQ dan memperkaya karakteristik kepemimpinannya
dengan komponen-komponen, antara lain pembangunan mental, ketangguhan
pribadi dan ketangguhan sosial serta menutupi agresivitasnya menjadi
ketegasan sikap, inisiatif, dan percaya diri akan kompetensinya.
Kepemimpinan dalam Beragam Budaya dan Negara
Pada
kegiatan belajar ini telah Anda lihat bahwa terdapat perbedaan mendasar
dari sikap dan perilaku pemimpin pada berbagai Negara atau budaya.
Namun demikian, terdapat dimensi kepemimpinan yang secara universal
relatif sama yaitu setiap pemimpin diharapkan mampu proaktif dan tidak
otoriter. Di samping itu, terdapat pula beberapa variasi sikap dan
perilaku pemimpin di dalam kelompok budaya dan di dalam Negara pada
berbagai budaya atau Negara. Demikian pula terdapat perbedaan sikap dan
perilaku pemimpin pada Negara- Negara yang menganut system nilai
berbeda.
Kepemimpinan Visioner
Kepemimpinan Ahli
Pada
era globalisasi, banyak terjadi perubahan dalam segala sendi kehidupan
masyarakat, terutama yang berhubungan dengan bidang ekonomi perdagangan,
industri, telekomunikasi dan informasi. Dalam masa post modernism yang
sekarang sedang kita jalani, perubahan paradigma manajemen turut
bergerak secara dinamis, dari paradigma manajemen klasik hingga
paradigma post modernism yang salah satunya diwakili oleh learning
organization dengan pengukuran kinerja balanced score card yang
memperhitungkan pula keterkaitan dengan lingkungan luar organisasi.
Secara
historis, paradigma kepemimpinan tersebut terbagi dalam beberapa lokus
dan fokus keilmuan, yang diwakili dalam kelompok paradigma aliran
wilayah utara, barat, timur dan global baru. Hal tersebut, dipaparkan
dalam beberapa kategori, antara lain dalam kategori manajer individual,
yang terbagi menjadi manajemen efektif (Drucker), manajemen perusahaan
(Peters), manajemen kualitas total (Toyota), keahlian diri pada bidang
tertentu (self- mastery); kategori kelompok sosial terbagi menjadi
kerjasama tim yang efektif (Likert), pembagian nilai (Deal/Kennedy),
siklus atau lingkaran kualitas (Sony), sinergi sosial; kategori
organisasi secara keseluruhan yang terbagi menjadi organisasi yang
hirarkis (Chandler), organisasi jaringan (Handy) organisasi ramping
(Honda), organisasi yang belajar (learning organization), kategori
ekonomi dan masyarakat yang terbagi menjadi tanggungjawab badan hukum
(Chandler), perusahaan swasta yang mandiri atau bebas (Gilder), modal
atau investasi sumber daya manusia (Ozaka) dan pembangunan yang
berkelanjutan.
Globalisasi
juga telah mempengaruhi terjadinya perubahan paradigma dalam praktik
manajemen khususnya kepemimpinan. Secara garis besar, perbedaaan antara
paradigma lama dan baru dilihat dari aspek-aspek antara lain berikut
ini:
Kesemua
perjalananan dan dinamika faktor-faktor organisasi tersebut baik
eksternal maupun internal, telah membawa perubahan paradigma
kepemimpinan yang dinamis dan fleksibel. Perubahan tersebut banyak
menyangkut pada pembentukan mental pribadi manajer dan pembentukan visi
manajer serta organisasi.
Kepemimpinan, Organisasi dan Perubahan Lingkungan
Ada
tiga jenis perubahan yaitu perubahan rutin, perubahan pengembangan, dan
inovasi. Mengelola perubahan adalah hal yang sulit. Ukuran kapasitas
kepemimpinan seseorang salah satu diantaranya adalah kemampuannya dalam
mengelola perubahan. Kemampuan ini penting sebab pada masa kini
pemimpin, akan selalu dihadapkan pada perubahan-perubahan, sehingga
pemimpin dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan perubahan lingkungan.
Pemimpin yang kuat bahkan mampu mempelopori perubahan lingkungan. Ada
empat tahap yang harus dilakukan agar pemimpin dapat mengelola perubahan
lingkungan. Tahap-tahap tersebut adalah pertama, mengidentifikasi
perubahan; Kedua, Menilai posisi organisasi; Ketiga, Merencanakan dan
melaksanakan perubahan; dan Keempat, Melakukan evaluasi. Untuk
memperoleh hasil yang diharapkan maka keempat langkah tersebut perlu
dilakukan secara berurutan dan berkesinambungan.
Kepemimpinan dan Budaya Organisasi
Tugas
utama seorang pemimpin adalah mengajak orang untuk menyumbangkan
bakatnya secara senang hati dan bersemangat untuk kepentingan
organisasi. Dengan demikian pemimpin atau manajer harus mengarahkan
perilaku para anggota organisasi agar tujuan organisasi dapat tercapai.
Para pemimpin perlu membentuk, mengelola, meningkatkan, dan mengubah
budaya kerja organisasi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, manajer
perlu menggunakan kemampuannya dalam membaca kondisi lingkungan
organisasi, menetapkan strategi organisasi, memilih teknologi yang
tepat, menetapkan struktur organisasi yang sesuai, sistem imbalan dan
hukuman, sistem pengelolaan sumberdaya manusia, sistem dan prosedur
kerja, dan komunikasi serta motivasi.
Salah
satu cara mengembangkan budaya adalah dengan menetapkan visi yang jelas
dan langkah yang strategis, mengembangkan alat ukur kinerja yang jelas,
menindaklanjuti tujuan yang telah dicapai, menetapkan sistem imbalan
yang adil, menciptakan iklim kerja yang lebih terbuka dan transparan,
mengurangi permainan politik dalam organisasi, dan mengembangkan
semangat kerja tim melalui pengembangan nilai-nilai inti.
Kepemimpinan dan Inovasi
Inovasi
berbeda dengan kreativitas. Kreativitas lebih berfokus pada penciptaan
ide sedangkan inovasi berfokus pada bagaimana mewujudkan ide. Karena
inovasi adalah proses mewujudkan ide, maka diperlukan dukungan dari
faktor-faktor organisasional dan leaderships.
Dalam
membahas inovasi paling tidak ada duabelas tema umum yang berkaitan
dengan pembahasan tentang inovasi yaitu kreativitas dan inovasi,
karakteristik umum orang-orang kreatif, belajar atau bakat, motivasi,
hambatan untuk kreatif dan budaya organisasi, struktur organisasi,
struktur kelompok, peranan pengetahuan, kreativitas radikal atau
inkrimental, struktur dan tujuan,proses, dan penilaian. Kemampuan
organisasi dalam mengelola keduabelas tema tersebut akan menentukan
keberhasilannya dalam melakukan inovasi.
Inovasi
berkaitan erat dengan proses penciptaan pengetahuan. Proses penciptaan
pengetahuan dilakukan dengan melakukan observasi atas kejadian,
mengolahnya menjadi data, lalu data dijadikan informasi, dan informasi
diberikan konteks sehingga menjadi pengetahuan. Pengetahuan inilah yang
oleh pemimpin dijadikan arah atau bekal untuk melakukan inovasi.
Organisasi yang mampu secara terus menerus melakukan penciptaan
pengetahuan disebut sebagai learning organization.
Sumber: Buku Kepemimpinan Karya TIM FISIP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar