Kami ucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada para pengunjung setia Blog ini. Semoga Anda semua selalu dilimpahkan rezeki oleh Allah SWT, AAmiin.

Sabtu, 07 Juli 2012

Model Pembelajaran Cooperative Learning

A. Pengertian Cooperative Learning
Cooperative Learning (Pembelajaran Kooperatif) adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan pada pendekatan konstruktivis. Cooperative Learning merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam Cooperative Learning, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Unsur-unsur dasar dalam Cooperative Learning adalah sebagai berikut (Lungdren, 1994).
  1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama.”
  2. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.
  3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.
  4. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok.
  5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.
  6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar.
  7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Menurut Thompson, et al. (1995), Cooperative Learning turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4 atau 6 orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.
Pada Cooperative Learning diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan (Slavin, 1995).

B. Ciri-ciri Cooperative Learning
Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif adalah;
(a)  Setiap anggota memiliki peran
(b)  Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
(c)  Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya
(d)  Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok
(e)  Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan (Carin, 1993).
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik Cooperative Learning sebagaimana dikemukakan oleh Slavin (1995), yaitu:
a.   Penghargaan kelompok
Cooperative Learning menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
b.   Pertanggungjawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitikberatkan pada aktivitas anggota kelompok yang saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
c.   Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Cooperative Learning menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.
3.   Tujuan Cooperative Learning
Tujuan Cooperative Learning berbeda dengan kelompok tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, di mana keberhasilan individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari Cooperative Learning adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya (Slavin, 1994).
Model Cooperative Learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum oleh Ibrahim, et al. (2000), yaitu:
a.   Hasil belajar akademik
Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa  memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, Cooperative Learning dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.
b.   Penerimaan terhadap perbedaan individu
Tujuan lain model Cooperative Learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Cooperative Learning memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.
c.   Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga Cooperative Learning adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

C. Keterampilan Kooperatif
Dalam Cooperative Learning tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan. Keterampilan-keterampilan selama kooperatif tersebut antara lain sebagai berikut (Lungdren, 1994).
a.   Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal
1)    Menggunakan kesepakatan
2)    Menghargai kontribusi
3)    Mengambil giliran dan berbagi tugas
4)    Berada dalam kelompok
5)    Berada dalam tugas
6)    Mendorong partisipasi
7)    Mengundang orang lain
8)    Menyelesaikan tugas dalam waktunya
9)    Menghormati perbedaan individu
b    Keterampilan Tingakat Menengah
Keterampilan tingkat menengah meliputi menunjukkan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan arif, bertanya, membuat ringkasan, menafsirkan, mengorganisir, dan mengurangi ketegangan.
c. Keterampilan Tingkat Mahir
Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi.

D. Fase-Fase dalam Cooperative Learning
Terdapat 6 fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif (Arends, 1997:113), yaitu:
Langkah
Indikator
Tingkah Laku Guru

Langkah 1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan mengkomunikasikan kompetensi dasar yang akan dicapai serta memotivasi siswa.
Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa
Langkah 3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar Guru menginformasikan pengelompokan siswa
Langkah 4 Membimbing kelompok belajar Guru memotivasi serta memfasilitasi kerja siswa dalam kelompokkelompok belajar
Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah  dilaksanakan
Langkah 6 Memberikan penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok.

E. Pendekatan dalam Cooperative Learning
Walaupun prinsip dasar Cooperative Learning tidak berubah, terdapat beberapa variasi dari model tersebut. Ada empat pendekatan pembelajaran kooperatif (Arends, 2001). Di sini akan diuraikan secara ringkas masing-masing pendekatan tersebut.
a.   Student Teams Achievement Division (STAD)
STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin dan merupakan pendekatan Cooperative Learning yang paling sederhana. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:
  • Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada  siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
  • Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.
  • Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbedaserta kesetaraan jender.
  • Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi (Slavin, 1995).
  • Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
  • Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.
  • Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

b.   Investigasi Kelompok
Investigasi kelompok mungkin merupakan model Cooperative Learning yang paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan pertama kali oleh Thelan. Berbeda dengan STAD dan jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari maupun bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih terpusat pada guru.
Dalam penerapan investigasi kelompok ini guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5 atau 6 siswa yang heterogen. Dalam beberapa kasus, kelompok dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih itu. Selanjutnya menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.

c.   Pendekatan Struktural
Pendekatan ini dikembangkan oleh Spencer Kagen dan kawan-kawannya. Meskipun memiliki banyak kesamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur tugas yang dikembangkan oleh Kagen ini dimaksudkan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional, seperti resitasi, di mana guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas dan siswa memberi jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Struktur yang dikembangkan oleh Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual.
Ada struktur yang dikembangkan untuk meningkatkan perolehan isi akademik, dan ada struktur yang dirancang untuk mengajarkan keterampilan sosial atau keterampilan kelompok. Dua macam struktur yang terkenal adalah think-pair-share dan numbered-head-together (NHT), yang dapat digunakan oleh guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu. Sedangkan active listening dan time token, merupakan dua contoh struktur yang dikembangkan untuk mengajarkan keterampilan sosial.
Langkah-langkah penerapan NHT:
  • Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
  • Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau awal.
  • Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4–5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.
  • Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.
  • Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.
  • Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.
  • Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual
  • Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya(terkini).

d.   Jigsaw
Jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins (Arends, 2001).
Cooperative Learning tipe jigsaw adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengarjarkan bagian tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya (Arends, 1997).
Langkah-langkah dalam penerapan jigsaw adalah sebagai berikut:
  • Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4 – 6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah serta jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
  • Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukanpengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.
  • Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.
  • Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).
  • Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi  pembelajaran
  • Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
e.   Team Assited Individualization atau Team Accelarated Instruction
Pembelajaran kooperatif tipe Team Assited Individualization (TAI) ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.
Langkah-langkah pmbelajaran kooperatif tipe TAI sebagai berikut.
  • Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.
  • Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.
  • Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4 – 5
  • siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan jender.
  • Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.
  • Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.
  • Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.
  • Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

 

Cooperative Learning

Pembelajaran kooperatif sesuai dengan fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang penuh ketergantungan dengan orang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembagian tugas, dan rasa senasib. Dengsan memanfaatkan kenyataan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih berinteraksi-komunikasi-sosialisasikarena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerjasama saling membantu mengkontruksikan konsep, menyelesaikan persoalan atau inkuiri.

Menurut teori dan pengalaman agarkelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan fasilitas, dan meminta tanggung jawab hasil kelompokberupa laporan atau presentasi.

Sintak pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok dan pelaporan.


Pustaka :
Ngalimun, 2012. Strategi dan Model Pembelajaran. Scripta Cendekia. Banjarmasin. Halaman 131-132.

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar